Menurut penulis Drs Basaula Tamburaka bahwa Kalo dipandang secara
harfiah atau arti Kalo sebagai benda terbuat dari sepotong Rotan
pilihan, dibentuk (dililit) menjadi lingkaran dengan kedua ujungnya
diikat satu simpul. Untuk keseragaman bentuk dan bahan serta ukuran
Kalo, telah diputuskan pada temu budaya Tolaki di Unaaha tahun 1996.
Kalo itu terbuat dari bahan rotan (Uewai terkecil tidak dibelah, boleh
juga Uewatu terkecil tidak dibelah). Proses pembuatannya, dipilin tiga
utas rotan dari arah kiri kekanan (KALO HANA). Salah satu ujungnya
keluar menonjol dan ujung lainnya tersembunyi pada simpul. Di sini ada
makna tersendiri simpul Kalo. Insyaallah tulisan berikutnya akan
dijelaskan.
Adapun alat kelengkapan Kalo, adalah terdiri wadah
terbuat tangkai daun “WIU” atau Anggrek bulan (sorume) dianyam tangan
sesuai ukuran tertentu. Wadah ini disebut Siwole Uwa. Dan sehelai kain
putih bersih. Pada bagian pinggir atau tepi wadah ini disulam menurut
karakter orang Tolaki, dibuatkan peti, diukir khusus agar tidak tercecer
apalagi tercemar dengan benda lain. Khusus ukuran besar-kecil Kalo
sebagai benda itu, telah disepakati pada temu budaya di atas terdiri 2
jenis peruntukan Pertama, diperuntukan pemakaiannya untuk Bupati ke
atas, sesepuh dan tokoh masyarakat Tolaki, besarnya berdiameter atau
garis menengahnya 45 cm disebut Kalo “TEHAU O’BOSE”. Kedua, untuk
digunakan Camat kebawah, umum dan masyarakat biasa, berdiameter atau
garis menengahnya 35 cm disebut Kalo “MEULA INE BOSE”. Dimana jenis
kedua bentuk Kalo inilah, banyak digunakan atau sering kita saksikan
atau mungkin Anda pernah melihat di rumah-rumah penduduk, ketika digelar
acara Adat Mombesara Wonua, terutama pada acara upacara Mowindahako.
Kalo sebagai benda dan ketika sebutan Kalo Sara, harus dilengkapi wadah
disebut “Siwole Uwa” di alas kain putih, di dalamnya di isi selembar
daun sirih segar pilihan dan sebuah pinang muda segar. Diletakkan persis
ditengah lingkaran Kalo untuk digelar bersama perangkat lainnya. Nah,
bagaimana sebutan “Kalo Sara”? Artinya Kalo sebagaimana disebutkan di
atas adalah sebagai benda. Sedangkan O’Sara adalah Adat-Istiadat atau
hukum Adat. Menurut tokoh Adat Tolaki Drs. H. Muslimin Su’ud, SH “Kalo
Sara adalah gabungan tiga komponen yaitu rotan kecil yang dililit tiga
buah lilitan, secarik kain putih sebagai alas Kalo, dan wadahnya Siwole
Uwa. Ketiga komponen inilah dinamakan Kalo Sara atau O’Sara.
Ketika
orang Tolaki menyebut “Kalo Sara”, dimaknai lebih luas jangkauannya.
Bahkan mengandung unsur sakral. Umpamanya Anda pernah mendengar salah
satu motto filosofis dalam bahasa puitis Tolaki yang berbunyi “Inae Kona
Sara Ieto Pinesara, Inae Liasara Ieto Pineka Sara”. Artinya barang
siapa mentaati/menjunjung tinggi hukum (Adat) akan diperlakukan dengan
baik dan adil, tapi barang siapa melanggar hukum akan diberi ganjaran
atau sangsi. Itulah yang dimaksudkan Kalo Sara sebagai “Jantung” hukum
adat Tolaki berlaku sejak ratusan tahun lalu, sampai hari ini masih
diyakini dan ditaati, dipatuhi oleh yang mengaku masyarakat atau suku
Tolaki dimanapun mereka berada. (*)
Pemilik BLOG
- KAMI CINTA BUDAYA TOLAKI
- Kendari, Sulawesi Tenggara, Indonesia
- Organisasi Kami Cinta Budaya Tolaki (KCBT) adalah salah satu Organ dari dinamika masyarakat Tolaki yang masih ingin budaya Entitas Tolaki tetap dipertahankan diperkenalkan dan dijunjung tinggi dengan nilai-nilai sosial yang ada dan tumbuh dalam era perubahan zaman. KCBT menganggap bahwa budaya Tolaki memang sepantasnya mendapat perhatian khusus dalam wajah generasi muda jaman ini. Kami tidak ingin budaya Tolaki yang merupakan representasif dari sejarah dan kultur budaya Konawe Mekongga hilang bahkan lenyap dari peradaban zaman yang tergilas roda modernisasi.