Pemilik BLOG
- KAMI CINTA BUDAYA TOLAKI
- Kendari, Sulawesi Tenggara, Indonesia
- Organisasi Kami Cinta Budaya Tolaki (KCBT) adalah salah satu Organ dari dinamika masyarakat Tolaki yang masih ingin budaya Entitas Tolaki tetap dipertahankan diperkenalkan dan dijunjung tinggi dengan nilai-nilai sosial yang ada dan tumbuh dalam era perubahan zaman. KCBT menganggap bahwa budaya Tolaki memang sepantasnya mendapat perhatian khusus dalam wajah generasi muda jaman ini. Kami tidak ingin budaya Tolaki yang merupakan representasif dari sejarah dan kultur budaya Konawe Mekongga hilang bahkan lenyap dari peradaban zaman yang tergilas roda modernisasi.
Sabtu, 28 April 2012
Minggu, 01 April 2012
Sabtu, 17 Maret 2012
Jumat, 16 Maret 2012
Menurut penulis Drs Basaula Tamburaka bahwa Kalo dipandang secara
harfiah atau arti Kalo sebagai benda terbuat dari sepotong Rotan
pilihan, dibentuk (dililit) menjadi lingkaran dengan kedua ujungnya
diikat satu simpul. Untuk keseragaman bentuk dan bahan serta ukuran
Kalo, telah diputuskan pada temu budaya Tolaki di Unaaha tahun 1996.
Kalo itu terbuat dari bahan rotan (Uewai terkecil tidak dibelah, boleh
juga Uewatu terkecil tidak dibelah). Proses pembuatannya, dipilin tiga
utas rotan dari arah kiri kekanan (KALO HANA). Salah satu ujungnya
keluar menonjol dan ujung lainnya tersembunyi pada simpul. Di sini ada
makna tersendiri simpul Kalo. Insyaallah tulisan berikutnya akan
dijelaskan.
Adapun alat kelengkapan Kalo, adalah terdiri wadah terbuat tangkai daun “WIU” atau Anggrek bulan (sorume) dianyam tangan sesuai ukuran tertentu. Wadah ini disebut Siwole Uwa. Dan sehelai kain putih bersih. Pada bagian pinggir atau tepi wadah ini disulam menurut karakter orang Tolaki, dibuatkan peti, diukir khusus agar tidak tercecer apalagi tercemar dengan benda lain. Khusus ukuran besar-kecil Kalo sebagai benda itu, telah disepakati pada temu budaya di atas terdiri 2 jenis peruntukan Pertama, diperuntukan pemakaiannya untuk Bupati ke atas, sesepuh dan tokoh masyarakat Tolaki, besarnya berdiameter atau garis menengahnya 45 cm disebut Kalo “TEHAU O’BOSE”. Kedua, untuk digunakan Camat kebawah, umum dan masyarakat biasa, berdiameter atau garis menengahnya 35 cm disebut Kalo “MEULA INE BOSE”. Dimana jenis kedua bentuk Kalo inilah, banyak digunakan atau sering kita saksikan atau mungkin Anda pernah melihat di rumah-rumah penduduk, ketika digelar acara Adat Mombesara Wonua, terutama pada acara upacara Mowindahako.
Kalo sebagai benda dan ketika sebutan Kalo Sara, harus dilengkapi wadah disebut “Siwole Uwa” di alas kain putih, di dalamnya di isi selembar daun sirih segar pilihan dan sebuah pinang muda segar. Diletakkan persis ditengah lingkaran Kalo untuk digelar bersama perangkat lainnya. Nah, bagaimana sebutan “Kalo Sara”? Artinya Kalo sebagaimana disebutkan di atas adalah sebagai benda. Sedangkan O’Sara adalah Adat-Istiadat atau hukum Adat. Menurut tokoh Adat Tolaki Drs. H. Muslimin Su’ud, SH “Kalo Sara adalah gabungan tiga komponen yaitu rotan kecil yang dililit tiga buah lilitan, secarik kain putih sebagai alas Kalo, dan wadahnya Siwole Uwa. Ketiga komponen inilah dinamakan Kalo Sara atau O’Sara.
Ketika orang Tolaki menyebut “Kalo Sara”, dimaknai lebih luas jangkauannya. Bahkan mengandung unsur sakral. Umpamanya Anda pernah mendengar salah satu motto filosofis dalam bahasa puitis Tolaki yang berbunyi “Inae Kona Sara Ieto Pinesara, Inae Liasara Ieto Pineka Sara”. Artinya barang siapa mentaati/menjunjung tinggi hukum (Adat) akan diperlakukan dengan baik dan adil, tapi barang siapa melanggar hukum akan diberi ganjaran atau sangsi. Itulah yang dimaksudkan Kalo Sara sebagai “Jantung” hukum adat Tolaki berlaku sejak ratusan tahun lalu, sampai hari ini masih diyakini dan ditaati, dipatuhi oleh yang mengaku masyarakat atau suku Tolaki dimanapun mereka berada. (*)
Adapun alat kelengkapan Kalo, adalah terdiri wadah terbuat tangkai daun “WIU” atau Anggrek bulan (sorume) dianyam tangan sesuai ukuran tertentu. Wadah ini disebut Siwole Uwa. Dan sehelai kain putih bersih. Pada bagian pinggir atau tepi wadah ini disulam menurut karakter orang Tolaki, dibuatkan peti, diukir khusus agar tidak tercecer apalagi tercemar dengan benda lain. Khusus ukuran besar-kecil Kalo sebagai benda itu, telah disepakati pada temu budaya di atas terdiri 2 jenis peruntukan Pertama, diperuntukan pemakaiannya untuk Bupati ke atas, sesepuh dan tokoh masyarakat Tolaki, besarnya berdiameter atau garis menengahnya 45 cm disebut Kalo “TEHAU O’BOSE”. Kedua, untuk digunakan Camat kebawah, umum dan masyarakat biasa, berdiameter atau garis menengahnya 35 cm disebut Kalo “MEULA INE BOSE”. Dimana jenis kedua bentuk Kalo inilah, banyak digunakan atau sering kita saksikan atau mungkin Anda pernah melihat di rumah-rumah penduduk, ketika digelar acara Adat Mombesara Wonua, terutama pada acara upacara Mowindahako.
Kalo sebagai benda dan ketika sebutan Kalo Sara, harus dilengkapi wadah disebut “Siwole Uwa” di alas kain putih, di dalamnya di isi selembar daun sirih segar pilihan dan sebuah pinang muda segar. Diletakkan persis ditengah lingkaran Kalo untuk digelar bersama perangkat lainnya. Nah, bagaimana sebutan “Kalo Sara”? Artinya Kalo sebagaimana disebutkan di atas adalah sebagai benda. Sedangkan O’Sara adalah Adat-Istiadat atau hukum Adat. Menurut tokoh Adat Tolaki Drs. H. Muslimin Su’ud, SH “Kalo Sara adalah gabungan tiga komponen yaitu rotan kecil yang dililit tiga buah lilitan, secarik kain putih sebagai alas Kalo, dan wadahnya Siwole Uwa. Ketiga komponen inilah dinamakan Kalo Sara atau O’Sara.
Ketika orang Tolaki menyebut “Kalo Sara”, dimaknai lebih luas jangkauannya. Bahkan mengandung unsur sakral. Umpamanya Anda pernah mendengar salah satu motto filosofis dalam bahasa puitis Tolaki yang berbunyi “Inae Kona Sara Ieto Pinesara, Inae Liasara Ieto Pineka Sara”. Artinya barang siapa mentaati/menjunjung tinggi hukum (Adat) akan diperlakukan dengan baik dan adil, tapi barang siapa melanggar hukum akan diberi ganjaran atau sangsi. Itulah yang dimaksudkan Kalo Sara sebagai “Jantung” hukum adat Tolaki berlaku sejak ratusan tahun lalu, sampai hari ini masih diyakini dan ditaati, dipatuhi oleh yang mengaku masyarakat atau suku Tolaki dimanapun mereka berada. (*)
Langganan:
Postingan (Atom)